Selasa, 02 September 2008

Framing It

Salah satu prinsip home decoration yang aku suka :

'Breaking rules is part of the fun!'

Beli yang aku suka, campur sana campur sini, dan jadilah.

Salah satu cara paling gampang untuk bikin rumah ga kelihatan kosong pastinya dengan pasang pajangan di dinding, apakah itu lukisan, foto, kerajinan atau pajangan lainnya. Untuk urusan pajangan dinding, khususnya bingkai, selalu bikin aku laper mata. Psssst, penyakit 'ga tahan pengen beli bingkai kalau lagi jalan-jalan' ini udah ada sejak kelas 6 SD kali....:)

Dinding-dinding di rumah selalu jadi media percobaan untuk mencoba berbagai macam cara memajang bingkai-bingkai hasil hunting itu. Untung rumahku ukurannya kecil, bidang dinding yang ada juga terbatas, jadi mau ga mau harus bisa nge-rem hasrat hati untuk selalu belanja berbagai macam bingkai atau lukisan :D.

Bingkai ukiran kayu ijo-putih ini udah berdebu banget waktu aku lihat di workshop pengrajinnya. Tapi justru debunya itu yang bikin aku tambah suka. Vintage-vintage gimana gitu....

'Pak, pak, daripada disini berdebu, mending saya beli murah aja ya...hehehe.'

Karena modelnya sudah sangat 'berbicara', jadi aku langsung pasang di dinding kamar tidur tanpa tambahan apa-apa lagi untuk dibingkai kecuali pasangan Korea mungil ini. Jang Gem dan pasangannya. That's all.
_____________________________________________________

Cerita bingkai yang ini juga ga terlalu beda sama cerita sebelumnya. Tersembunyi, berdebu, dan ga menarik banget....But I want it!

Rencana sebelumnya ada foto hitam putih yang pengen aku bingkai dengan ini. Tapi berarti aku harus pasang kaca di bingkai ini. Kayanya kalau ada kacanya, penampilannya jadi ga selucu sebelumnya deh.

Akhirnya rencananya berubah jadi rencana B: pasang langsung di dinding tanpa kaca. Kebetulan aku juga punya tempat dupa berbentuk kerang yang udah lama teronggok begitu aja karena ga tau mau dipakai apa. Duuuh, pakai buat bakar dupa dooong. Itu dia masalahnya, aku beli karena suka bentuknya, tapi aku ga suka bau dupa.

Hmmm....Coba ah tempel ke dinding. Nempelnya pake perekat khusus yang bentuknya mirip permen karet, lumayan kuat tapi bisa ga berbekas kalau dicopot -bisa dicari di bagian stationary toko buku -. Tempat dupa plus bingkai antik, voila!

_____________________________________________________



Pamer ah, rak buku ini self-made juga loh! Ngerjainnya berdua bareng M'pri, ngorbanin waktu tidur siang selama 3 kali weekend :D.

Bingkai keriting warna perak di kiri bawah itu hadiah pernikahan dari temanku di Malaysia. Selama berbulan-bulan cuma disimpan di dalam lemari karena aku bingung mengakalinya supaya M'pri ga protes begitu aku pajang di rumah. Maklum deh, dia agak alergi sama barang-barang yang bling-bling gitu.

Baru aku pegang sambil diamat-amati, M'pri yang baru pulang langsung main tuduh:

'Jangan bilang tadi habis beli frame itu!!!!!!!!!!!!!!!!!'

Apa siiiiih???? Sibuk kau....

Setelah dipikir-pikir, tanpa 'isi' apa-apa lagi, bingkai ini udah sangat 'berbicara' *bangeeud*. Jadi aku lepas kaca dan MDF belakangnya, terus aku simpan begitu aja di rak buku. Tambahin beberapa pajangan untuk foreground, dan....

....sampai sekarang ga ada protes dari M'pri tuh....hihihi.

Selain laper mata kalau ngeliat bingkai, aku juga selalu laper mata kalau ngeliat batik. Apalagi motif mega mendung Cirebonan. Aiiiiih suka suka suka!

Pengennya sih beli satu lembar untuk dipajang di rumah, tapi batik mega mendung yang aku suka harganya mahaaaaaal deh. Ga jadi deh...

....sampai suatu hari jalan-jalan ke toko buku Periplus dan ngeliat ada turis Jepang yang lagi beli kertas kado motif batik mega mendung!

'Mas, saya mau yang kaya gitu juga!'

Harganya cuma 6 ribu perak, dan kebetulan aku baru beli bingkai kayu seharga 10 ribu saja. Gunting dan pajang. Akhirnya ada motif mega mendung di rumahku....



1 komentar:

Anonim mengatakan...

waah, senang sekali banyak inspirasi disinii :D

-ei-